Muhammad Syauqi adalah salah satu kaligrafer besar dari Turki. Tidak heran jika IRCICA di bawah naungan OKI menggelar perlombaan kaligrafi internasional ke-11 pada tahun ini atas nama beliau. Tentu saja, kebesaran nama dan keabadian tulisannya telah melewati perjalanan panjang dalam menekuni seni yang mulia ini. Hingga di kemudian hari, corak tulisan dan gayanya dalam jenis naskhi (disebut Madrasah Syauqi) akhirnya lebih popular dari corak tulisan kaligrafer berpengaruh pendahulunya, Kadiaskar Mustafa Izzat.
Muhammad Syauqi lahir di Sayyidlar, sebuah nama dari desa Kastamona yang berada di daerah Laut Hitam. Kaligrafer kelahiran tahun 1244 H/1828 M ini berpindah ke Istanbul saat menginjak usia remaja. Dalam belajar khot, Muhammad Syauqi berguru kepada Muhammad Kholusi Afandi (w. 1291 H/1874 M) yang juga pamannya sendiri. Syauqi belajar kepada pamannya hingga berhasil mendapatakan ijazah pada Tsulust, Naskh dan Riqa’ pada tahun 1275 H/ 1841 M.
Kesetiaan Kepada Sang Guru
Pamannya sendiri merupakan khattat pertama yang ditunjuk untuk menjaga buku-buku di perpustakaan yang terkenal di Istanbul. Selain itu, beliau adalah seorang guru yang berbakat dalam seni ini. Banyak sekali kaligrafer handal yang lahir dari didikannya.
Hingga pada suatu saat Kholusi menyaksikan akan bakat yang luar biasa pada diri Syauqi, lalu berkata kepada anak dari saudara perempuannya tersebut: “Anakku, hanya ini yang bisa saya ajarkan kepadamu. Karena itu saya izinkan kamu untuk melanjutkan belajar kepada guru lain yang lebih hebat dariku, yaitu Kadiaskar Musthafa Izzat Afandi. Belajarlah kepadanya hingga nanti engkau akan berkembang dalam seni kaligrafi ini”. Kholusi menyampaikan hal tersebut karena melihat kehebatan yang dimiliki oleh Muhammad Syauqi. Namun justru Muhammad Syauqi menjawab: “Saya tidak akan pergi kepada guru siapapun selain engkau wahai pamanku.” Mendengar jawaban itu, Kholusi hanya bias mendoakan untuk kebaikan dan kemudahan bagi muridnya dan keponakannya, Muhammad Syauqi .
Jika saja Muhammad Syauqi pergi kepada Kadiaskar Mustafa Izzat Afandi, mungkin tidak akan pernah ada madrasah Syauqi, karena secara nasab, tulisan Syauqi akan menjadi kelanjutan dari madrasah “Izzat” sebagaimana Syafiq Bik dan murid Kadiaskar yang lain.
Bukti kesetiaan yang Muhammad Syauqi contohkan kepada gurunya membuahkan keberkahan doa dari sang guru. Hingga doa inilah yang menjadi motivasi bagi Muhammad Syauqi untuk menekuni belajar khat lebih tekun lagi, hingga akhirnya beliau menemukan karakteristik tersendiri dalam menulis khat naskhi khususnya yang diilhami dari karya karya para maestro kaligrafer sebelumnya, seperti Hafidz Othman, Ismail Zuhdi serta Musthafa Raqim dan yang lain, meskipun Muhammad Syauqi tidak belajar secara langsung ke mereka. Dalam pernyataannya yang terkenal dalam cacatan sejarah, Muhammad Syauqi mengatakan bahwa “mereka (para kaligrafer sebelumnya) yang telah mengajariku lewat mimpi”.
Karya Peninggalan Serta Kesaksian
Sebagian karya Muhammad Syauqi berupa mushaf dan beberapa tulisan dari kitab Dalail Khairat, wirid-wirid dan beberapa hilyah. Kelebihan tulisan yang dimiliki Muhammad Syauqi Afandi tersebut telah mendapatkan reputasi yang tidak diragukan di mata kaligrafer dunia pada umumnya. Derajat keindahan tulisannya tersebut menempati posisi yang tinggi karena tingkat detail huruf yang melebihi rata-rata namun tetap anggun dan menarik. Atas sebab inilah, sahabat beliau, Sami Afandi berkata: “Bahwa Syauqi bila menulis tidak pernah bisa menulis jelek, meskipun ia menghendakinya (sengaja menulis dengan jelek)”. Muhammad Syauqi menulis beberapa khat nya dengan tingkat detail yang tinggi, termasuk ketika menulis amsyaq (buku pelajaran) sebagai materi untuk para muridnya.
Kesibukan Muhammad Syauqi lainnya adalahsebagai guru kaligrafi pada Madrasah al-Askariyah di Istanbul. Karenanya, beliau juga dikenal dengan sebutan “munsyi’ kuttab askary”. Pada saat yang sama, beliau juga mengajarkan khat pada putera sultan Abdul Hamid II selama dua tahun setengah.
Muhammad Syauqi wafat pada tanggal 13 Sya’ban 1304 H/ 5 Mei 1887 H, dimakamkan di samping makam paman sekaligus gurunya, Kholusi Afandi pada pemakaman “Markas Afandi” di Istanbul, Turki. Disebutkan ada dua murid handal yang terkenal dari tangan Syauqi, yaitu Arif Afandi dan Fahmi Afandi yang insya Allah nanti akan di bahas pada artikel selanjutnya.
Semoga kisah ini memberikan inspirasi bagi kita untuk selalu setia dengan guru kita, karena keberkahan doa dari seorang guru itulah yang akan menjadi sebab atas kesuksesan kita semua. Semoga beliau para guru kita senantiasa diberi kemudahan, kesehatan, kelapangan dan diberikan yang terbaik dari-Nya. Juga untuk kedua orang tua kita, dan untuk diri sendiri, anak-anak, dan keluarga. ‘Ala hadzinniyyah, al-Fatihah. [Yasir/hamidionline.net]
Penulis juga mengingatkan para pembaca jika ingin berpartisipasi dalam lomba kaligrafi internasional yang diadakan oleh IRCICA, silahkan klik link berikut: https://www.ircica.org/event/11th-international-calligraphy-competition-registration-will-be-closing-on-31-december-2018
Disarikan dari :
Tarikh Al-Khat al-Aroby wa A’lam al-Khattatin/127.
Katalog IRCICA’s 11th International Calligraphy Competition in the name of Mehmed Shawqi Efendi (1245-1304 H/1829-1887 AD)
Talk Show “Santri Zaman Now” Santri Zaman Now | Shihab & Shihab.