Jaly Diwani Madrasah ٍSami Afandi

jaly diwani sami afandi


Sami Afandi adalah salah satu kaligrafer yang hidup pada era Daulah Turki Usmani. Beliau juga salah satu kaligrafer yang tidak diragukan ketokohannya, terutama di bidang khat pena besar (jaly), seperti Jaly Tsuluts, Jaly Ta’liq dan Jali Diwani. Jika ingin mengetahui lebih dekat tentang beliau, maka Anda perlu membaca biografi Sami Afandi secara utuh.

Kelebihan tarkib Sami Afandi pada Jali Diwani adalah susunan hurufnya yang penuh pada semua sisi, sehingga tidak terlihat longgar pada bagian dan ramai di bagian lainnnya. Tarkib beliau semakin indah karena ukuran syarith  yang proporsional dalam ketinggian maupun kemiringannya dari garis. Tarkib Sami Afandi juga dihasilkan dari ketelitian dalam membagi huruf dan kalimat tanpa meninggalkan satu bagian kecuali menepatkan pada tempat dan ukuran yang paling sesuai.

Sebagai penghormatan atas peran dan ketokohan Sami Afandi, maka pada tahun 1890, atas prakarsa dari Ahmad Jawwad, Assahdr al-A’dzam (Perdana Menteri) Turki Usmani saat itu, didirikanlah Madrasah al-Khatthatin, dengan Sami Afandi sebagai kepalanya.

Perlu dicatat di sini, bahwa khat Jaly Diwani corak Turki memiliki ciri khas, yaitu tarkib syarith tidak tersusun lebih dari dua kalimat. Artinya bahwa kaligrafer Usmani saat itu tidak menumpuk kalimat pada susunannya lebih dari dua kalimat. Berbeda dengan Jaly Diwani yang ditulis di negara-negara Arab, di mana susunan pada jaly diwani ada yang lebih dari tiga tumpuk bahkan lebih.

Jaly Diwani pada awalnya tidak ditulis di luar Turki, bahkan hanya dipakai secara internal pada Diwan Hamayuni. Para kaligrafer pun sangat menjaga tradisi tersebut, hingga berakhirnya Daulah Usmaniyah pada 1923. Sejak saat itu Jaly Diwani ditulis di luar Turki karena permintaan dari beberapa pihak, seperti Jaly Diwani yang berada di Qashr Manial, Mesir yang ditulis oleh Hajj Kamil Akdik.

Kembali kepada Sami Afandi, beliau dipercaya sebagai kepala pada al-Khatthatin selama sepuluh tahun, yaitu hingga tahun 1900. Pada lima tahun pertama, merupakan era keemasan beliau dalam mengajar dan berkarya, yaitu sekitar tahun 1895.

Ahmad Kamil Akdik
Jaly Diwani – Ahmad Kamil Akdik

Di antara murid Sami Afandi yang penting untuk disebutkan adalah Al-Hajj Kamil Akdik. Beliau belajar berbagai macam khot kepada sang guru, di antara jenis khot yang paling berpengaruh adalah khot Jaly Diwani. Karena itu bisa kita lihat bahwa bentuk tarkib serta huruf pada karya Hajj Kamil di Jaly Diwani sangat mirip dengan gurunya, Sami Afandi. Setelah Hajj Kamil Akdik, berikutnya khattath Ismail Haqqi Altunbezer.

Tulisan Ismail Hakki maupun tarkibnya jika dilihat memang mempunyai beberapa perbedaan dengan tulisan gurunya. Namun secara umum, tarkib Ismail Hakki masih mengikuti kaidah dan corak dari Sami Afandi. Selain dua kaligrafer di atas, ada seorang kaligrafer lagi yang menjadi “murid ketiga” Sami Afandi di Jaly Diwani, yaitu Farid Bik. Farid Bik lah yang melanjutkan Sami Afandi mengajar di al-Khatthatin.

 

Ismail Hakki Altunbezer
Jaly Diwani – Ismail Hakki Altunbezer

Beberapa karya Farid Bik bisa kita temukan pasca bergantinya Turki menjadi Negara Republik. Namun beberapa karyanya tidak beridentitas. Musthafa Halim Ozyazici lah yang memberi tauqi’ pada karya Farid Bik tersebut. Karena Musthafa Halim adalah satu-satunya murid Farid Bik yang melanjutkan “Madrasah Sami” pada Jaly Diwani.

Di antara kelebihan Halim Afandi adalah goresan beliau yang akurat dan cepat ketika menulis. Banyak tulisan beliau pada jaly diwani yang ditulis dengan tarkib mubasyir (langsung). Karena cepat dalam menulis tidak heran jika beberapa kaligrafer mengatakan bahwa ketika Halim Afandi seringkali selesai menulis bagian akhir tarkib, padahal tinta tulisan pada bagian awalnya masih basah.

Gambar berikut adalah Jaly Diwani dan Diwani yang ditulis oleh Halim Afandi pada usia 18 tahun, saat beliau masih menjadi murid di Madrasah Khattathin.

Mustafa Halim Özyazıcı
Jaly Diwani – Mustafa Halim

Jika Halim Afandi adalah satu-satunya murid Farid Bik pada khot Jaly Diwani, maka satu-satunya kaligrafer yang menjadi murid Halim Afandi dan belajar Jaly Diwani dari beliau adalah Prof. Dr. Ali Alparsalan, guru dari al-Ustadz Belaid Hamidi.

Kalimat terakhir tentang Jaly Diwani adalah, jenis khot yang didalam bentuk dan tarkibnya terdapat sifat tawadhu’ sekaligus wibawa. [muhdnur/ hamidionline]

*Syarith secara bahasa berarti pita. Adalah istilah untuk satu kesatuan tulisan jaly diwani dalam bentuk klasik yang memanjang kemudian naik dan berakhir dengan penutup berbentuk khas, sebagaimana yang sudah maklum diketahui.

*Sumber: Muhadharah Prof Mustafa Ugur Derman tanggal 18 Januari 2016 di Dubai pada acara Jaly Diwani Dubai Arabic Calligraphy Exhibition, diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab oleh Ustadz Tamimi. Dialihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia dengan beberapa penyesuaian oleh tim Ahaly Hamidi. Selengkapnya bisa diakses pada link berikut ini.

[mom_video type=”youtube” id=”https://www.youtube.com/watch?v=azKUUOEN3Pg”]

 

Continue Reading