Kaligrafer Pameran Sharjah 2016 (6) Nur Hamidiyah; Inspirasi Dalam Berprestasi

nur hamidiyah

Nur Hamidiyah adalah inspirasi sejati bagi banyak kaligrafer wanita di Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Menjadi murid banat dari Syeikh Belaid Hamidi yang pertama kali memperoleh ijazah pada khot naskh. Terlebih, Nur Hamidiyah menerima ijazah tersebut dalam upacara ceremonial yang diadakan di Istanbul bersama beberapa kaligrafer lainnya, disaksikan oleh para masyayikh. Sebuah moment spesial yang tentunya diidamkan oleh setiap kaligrafer tanah air.
Nur Hamidiyah memiliki sensitifitas yang tajam atas detail huruf, didukung dengan usaha tanpa lelah untuk mewujudkan karya-karyanya. Setidaknya dengan hal ini beliau membuktikan bahwa seorang wanita pun mampu memiliki keunggulan dan prestasi dalam bidang kaligrafi.

Masirah Khatthiyah

  • Tahun 2009, belajar khat Maghribi via online kepada Syekh Belaid Hamidi.
  • Tahun 2010, Juara 2 khat Maghribi pada Lomba Kaligrafi Internasional Ircica Turki 2010.
  • Tahun 2010, bertemu dengan Syekh Belaid Hamidi untuk pertama kalinya di acara Penghargaan Pemenang Lomba Kaligrafi Internasional Iricica tahun 2010 di Abu Dhabi.
  • Tahun 2011, pindah sementara ke Mesir dan belajar langsung kepada Syekh Belaid Hamidi di Markaz al-Halaqah al-Khairiyah, Husein, Kairo, Mesir.
  • Mendapatkan Ijazah Maghribi pada Marasim Ijazah pertama oleh Syekh Belaid Hamidi di Markaz tersebut.
  • Dalam waktu yang sama belajar di AFANIN (Asosiasi Kaligrafer Arab Murni Indonesia) dan tidak lama kemudian mengajar khat Maghribi dan khat lain yang sudah dipelajari.
  • Tahun 2012, mulai belajar khat Riq’ah bersama Syekh Belaid Hamidi dan selesai ditahun yang sama dan baru mendapatkan ijazah pada tahun 2013.
  • Di tahun 2013 juga menyelesaikan Diwani dan Diwani Jali lalu mendapatkan ijazah tepat ketika ada kunjungan Sekjen OKI, Prof. Akmaluddin Ihsanoglu.
  • Tahun 2013, memulai dan menyelesaikan khat Ta’liq. Diakhir tahun 2013 memulai dars khat Naskhi bersamaan dengan belajar kitabah i’tiyadiyah.
  • Tahun 2013, Juara 1 khat Maghribi pada Lomba Kaligrafi Internasional Ircica Turki tahun 2013.
  • Tahun 2014, diundang ke Turki bersama pemenang Lomba Kaligrafi Internasional Ircica tahun 2013, dan dihadiri juga oleh para khattat internasional dalam rangka Multaqa khat Internasional di Turki. Sekaligus mendapatkan Ijazah Khat Naskhi bersama khattat Indonesia ustadz Atho’ilah (Riq’ah) dan ustadz Feri Budiantoro (Diwani dan Diwani Jali) serta ustadz Syahriansyah Sirajuddin (Naskhi dan Sulus).
  • Tahun 2016, menjadi peserta Pameran Kaligrafi di Syarjah, Uni Emirat Arab, dengan tema “Creative Artists from Southeast Asia”, bersama 11 kaligrafer perempuan dari Indonesia, Singapura, Thailand.

Wawancara Singkat Kru Hamidionline

Al-Ustadzah Nur Hamidiyah adalah sosok yang tidak asing dengan kaligrafi sejak kecil, berlanjut hingga sekolah menengah bahkan hingga jenjang perguruan tingginya. Nama Nur Hamidiyah menjadi lebih dikenal manakala memenangi lomba kaligrafi IRCICA tahun 2010 dengan masuk nominasi utama, juara kedua dalam khot magrhribi. Tiga tahun kemudian (2013), kembali ustadzah Nur Hamidiyah mengukuhkan kekuatan huruf maghribinya dengan menjadi juara pertama pada lomba yang sama.

Tahun 2014 yang lalu beliau diundang bersama para pemenang lomba oleh IRCICA  ke Istanbul, sekaligus menerima ijazahnya pada khot naskhi di Ibukota kaligrafi tersebut. Event terakhir yang beliau ikuti adalah Pameran Kaligrafi oleh Kaligrafer Wanita dari Asia Tenggara di Sharjah, UAE. Berikut wawancara kru hamidionline dengan Ustazah Nur Hamidiyah, yang berhasil kami rangkum.

Mabruk ustadzah atas prestasi antum. Dan selamat juga atas suksesnya pameran kaligrafi yang antum ikuti bersama 11 kaligrafer putri Asia Tenggara yang berlangsung di Sharjah UAE.

Wa yubarik fiikum. Alhamdulillah..

Sebelumnya, izinkan kami untuk mengetahui awal mula ustadzah belajar kaligrafi.

Saya pertama kali mengenal dan belajar khat ketika nyantri di Pondok Pesantren Darul Huda, Mayak Ponorogo. Pelajaran khot diberikan baik disekolah pagi (MTs) maupun sekolah Diniyah di sore harinya. Khot sebagai salah satu mata pelajaran sekolah dan diniyah di sini seakan menjadi tahap pengenalan potensi khot bagi semua santri. Dan dari sinilah masa awal saya mengenal dan mempelajari khot dengan kaidah-kaidahnya. Mungkin secara passion saat itu saya tidak sangat tertarik terhadap khot sampai harus mengikuti latihan ekstrakulikulernya. Tapi saya masih sangat sadar bahwa sudah sejak dari kecil saya sangat menyukai kegiatan menulis arab dan semakin saya nikmati ketika mendapat pelajaran khot di pesantren ini.

Jika demikian, berarti memang ustadzah sudah menyukai kaligrafi sejak kecil, lalu semakin terpupuk rasa suka tersebut dan berkembang ketika antum belajar di Mayak. Seperti apa model belajar kaligrafi di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak saat itu?

Metode belajar yang dipakai di Darul Huda waktu itu cukup tertib dan sistematis dari segi kaidah menurut saya. Sebagaimana di tempat belajar khot yang lain, khot yang pertama kali diajarkan adalah khot naskhi. Guru khot pertama-tama akan menjelaskan tentang satu huruf di papan tulis hitam dengan kapur sebagai alat tulisnya. Dengan ukuran tulisan yang besar guru akan memperagakan cara penulisan satu huruf dari awal sampai akhir dilengkapi dengan detail kaidah titiknya.

Kemudian untuk murid, pertama kali yang dikerjakan sebelum menulis huruf adalah membuat titik sebagai acuan kaidah huruf yang sedang ditulis. Misalnya huruf Alif dengan tinggi 5 titik dan lebar 1 titik. Maka murid akan menuliskan 5 titik di baris paling kanan lalu menuliskan 1 titik di baris atas. Setelah itu diberi garis menyesuaikan panjang dan lebar yg telah dibuat dengan titik tersebut. Baru kemudian murid akan menuliskan huruf alif dalam garis-garis kaidah sehingga penulisannya terkontrol panjang lebarnya. Selain mempelajari kaidah perhuruf, kami juga diajarkan bagaimana menuliskan huruf ketika berada di awal, di tengah dan diakhir kalimat sehingga memudahkan kami bereksplorasi ketika mencoba menulis kalimat kalimat baru yang belum pernah dicontohkan.

Namun demikian, karena system ini diterapkan di bangku sekolah, tentu ritme mengajar dan belajarnya disamaratakan satu kelas. Bagi anak yang serius karena mungkin memiliki hobi atau karena mereka yang merasa memiliki potensi akan cenderung cepat memahami dan menguasai. Akan tetapi banyak juga yang akan tertinggal karena seharusnya membutuhkan waktu yang lebih yang tidak bisa disamakan dengan yang lain.

Poin terakhir kami kira benar adanya. Dan itu yang menjadi problem belajar khot dengan sistem klasikal pada hampir semua sekolah, syukran ustadzah.  Lalu mulai kapan ustadzah belajar dengan Metode Hamidi? Bukankah saat itu ustadz Belaid Hamidi di Mesir sementara antum belum bertemu beliau?

Benar. Pada awal belajar kaligrafi dengan Manhaj Hamidi, saya belum bertemu beliau. Tepatnya pada tahun 2009 ketika media social mulai banyak digunakan. Dari situlah kami mulai mengenal beberapa kawan dari berbagai belahan dunia, termasuk mudah bagi kita untuk menemukan kawan sesama pecinta kaligrafi. Kemudian saya mengenal beberapa mahasiswa al-Azhar asal Indonesia yang juga belajar khot kepada syekh Bil’id Hamidi. Kami sempat terkejut ketika mengetahui ada orang Indonesia yang belajar khot dengan orang Arab. Karena saya fikir selama ini belum ada orang Indoenesia yang belajar khot seperti itu. Dan ketika saya melihat hasil tulisan murid-murid syekh tersebut, saya semakin terkejut ketika melihat bahwa mustawa (kualitas) tulisannya memang berbeda, berbeda dalam hal ini kuat dan bagus berkualitas. Saat itu pula saya tertarik untuk belajar dengan manhaj ini juga. Saat itu saya mulai belajar kepada ustadz Belaid Hamidi via online dengan perantara email.

Ustadzah sudah pernah belajar kaligrafi sebelumnya, bahkan sudah cukup lama. Lalu kemudian mulai belajar kaligrafi kepada Ustadz Belaid Hamidi, dan belajar kembali dari awal. Dan rupanya belajar dengan Mahhaj Hamidi ini efektif. Sebagaimana yang antum rasakan, juga dirasakan oleh puluhan bahkan ratusan murid beliau yang lain. Tentunya ada beberapa hal penting yang ustadzah catat dari Manhaj Hamidi ini. Mungkin perbedaannya dengan metode lain yang ustadzah ketahui.

Perbedaan mendasarnya adalah:

  1. Memperlajari semua jenis khot dengan urutan yang sistematis, yaitu: Riq’ah, Diwani, Diwani Jali, Ta’liq, Naskhi dan Tsulus. Hal ini sesuai dengan keinginan saya setelah saya merasa bahwa cara belajar khot saya selama ini tidak berkembang. Bahkan hanya untuk menguasai satu jenis khot saja tidak mudah.
  2. Sistem belajar yang kecepatannya menyesuaikan kemampuan murid.
  3. Pelajaran setiap khatnya dimulai dengan sistematis dari titik, lalu berlanjut satu persatu huruf hijaiyyah, kemudian murakkabat (sabungan huruf) lalu latihan merangkai kalimat. Dan semua pelajaran ini mengacu pada kurrosah (buku) dari para masyayikh khat terdahulu yang dianggap sebagai kiblat khat.
  4. Setiap pelajaran khot yang dipelajari oleh murid tidak akan berpindah ke pelajaran selanjutnya kecuali setelah murid dianggap mampu menguasai dan memahami satu pelajaran tersebut. Misalnya saya baru mempelajari titik, Saya tidak akan diperkenankan melanjutkan pelajaran huruf hijaiyyah jika saya belum menguasai penulisan titik tersebut, meski saya telah mengulang pelajaran tersebut puluhan kali.
  5. Dengan manhaj ini, kita bukan sekedar belajar tentang khat, tapi kita juga belajar bagaimana mengajar khat dengan baik.
  6. Tidak kalah penting pula, manhaj yang disusun oleh Syekh Belaid Hamidi ini bersambung kepada masyayikh khat Turki, sehingga ilmunya bisa dipertanggungjawabkan yang disimbolkan dengan pemberian Ijazah Khat.

Barakallah ustadzah. Sebagai kaligrafer yang sudah sering berpartisipasi di event internasional tentunya berangkat dari motivasi tertentu. Demikian juga prestasi antum pada lomba kaligrafi internasional, apa sebenarnya yang memotivasi ustadzah untuk ikut serta dalam lomba tersebut?

Awalnya sebagai Mubtadi’ (pemula) saya mengikuti musabaqah internasional hanya sebagai sebuah partisipasi saja agar semakin semangat berlatih, karena semakin banyak kita bereksplorasi maka semakin banyak hal baru yang kita temukan dan pelajari. Mulai dari tulisan khat itu sendiri, lalu juga mempersiapkan lauhah standar Internasional yang sama sekali belum saya dapatkan selama ini. Seperti mempersiapkan kertas, yaitu kertas tidak boleh putih, dan umumnya khattat internasional menggunakan kertas Muqahhar yang permukaannya licin sehingga enak untuk ditulis khat, tidak seperti kertas karton yang biasa saya gunakan dalam MKQ. Selain itu adalah Tanfidz Lauhah (pengerjaan lauhah yang sebenarnya, bukan latihan). Dalam pengerjaan karya lomba khat internasional yg mana dilakukan di rumah masing-masing, bukan di arena lomba secara langsung dengan batasan jam. Maka tanfidz di rumah pun tak kalah sakral dan mendebarkan bagi saya. Tapi kelebihannya meski dengan perasaan yang gugup kita memiliki waktu yang tak terbatas untuk menyelesaikan lauhah kita dengan sebagus dan sebersih mungkin.

Poin penting lain yang ingin kami tanyakan, menurut antum apa yang menjadi fokus utama dalam membuat sebuah karya untuk lomba. Tentunya juga dalam even pameran kaligrafi internasional yang pernah ustadzah ikuti.

Fokus utama dalam membuat karya lomba.

  1. Quwwatul Kitabah (kuatnya tulisan), hal ini dimulai dari kemampuan kita untuk menjaga setiap qawaid huruf (kaidah-kaidah huruf).
  2. Tathawur penulisan kata, yaitu improvisasi penulisan kata sehingga memberikan keindahan yang lebih.
  3. Falsafah tarkib yang disusun. Hal ini sedikit sulit, karena dari nash musabaqah yang ditentukan, kita dituntut untuk mampu menemukan tarkib yang bukan hanya indah dari bentuknya tapi juga dari falsafah atau alasan yang diberikan si penulis mengapa menulis dengan bentuk tertentu.
  4. Kita semua tahu bahwa semakin bersih lauhah yang kita buat akan semakin menunjang keindahan lauhah kita. Kita harus berusaha menjaga bagian kertas kosong tidak ada coretan atau tetasan tinta. Terutama pada bagian tulisan kita, ketika kita terpaksa untuk melakukan tartisy (koreksi huruf dengan mata pisau) sebisa mungkin tidak meninggalkan jejak goresan.

Poin-poin di atas kelihatannya sangat berat ustadzah. Tentunya supaya bisa terlaksana, tidak lepas dari faktor penting yang mendukung. Sekiranya faktor utama apa yang perlu diperhatikan oleh mereka yang ingin ikut lomba kaligrafi internasional dan even lainnya?

Faktor utama bagi saya adalah manajemen waktu dan keputusan kita dalam memilih jenis khot yang sesuai dengan kemampuan dan kesiapan kita.

Manajemen waktu; sebagus apapun tulisan kita, tapi jika tidak mampu mengatur waktu dengan baik maka lauhah yang dihasilkan tidak akan bisa maksimal. Contoh di Musabaqah Ircica, ketika pertama kali diumumkan tentang pelaksanaan musabaqah yg biasanya diumumkan satu tahun sebelum pengiriman lauhah, maka kita harus mulai mengatur waktu, berapa lama kita berlatih, berama lama kita fokus membuat qalib yang kuat, berapa lama waktu tanfidz lauhah, berapa lama waktu untuk tartisy, dan terakhir yang tak kalah penting adalah berapa lama waktu yg dibutuhkan untuk pengiriman lauhah. Saya fikir banyak dari kita yang pernah mengikuti musabaqah ircica merisa gelisah karena managemen waktu yang kurang tepat, karena di dalam pengerjaan lauhah kita bisa saja menemukan kendala-kendala yang tidak pernah terfikirkan sebelumnya.

Manajement waktu yang ustadzah sebutkan, tentunya termasuk proses pembuatan karya hingga menjadi qolib yang siap ditanfidz ustadzah. Khususnya dalam lomba yang ustadzah ikuti, berapa kali ustadzah membuat qalib sehingga menghasilkan karya akhir?

Pada Musabaqah Ircica tahun 2012/2013, saking banyaknya qalib yang saya buat, sampai sekarang saya tidak bisa mengingat berapa banyak jumlanya. Tapi dalam tanfidz lauhah saya ingat bahwa saya melakukan tanfidz sebanyak 4 kali, dikarenakan ada satu kendala yang saya alami yaitu ukuran kertas yang seharusnya 60 x 40 cm menjadi mengecil atau mengkerut disebabkan cuaca di Mesir saat itu sedang puncak musim dingin sekitar 10 derajat celcius. Tapi saya bersyukur karena semakin banyak saya tanfidz, ternyata semakin kuat kualitas tulisannya.

MasyaAllah, berarti faktor x juga perlu diperhitungkan. Jika dihitung, termasuk mungkin pengulangan yang tidak disangka-sangka, berapa lama waktu yang ustadzah habiskan untuk persiapan awal hingga tanfidz akhir? khususnya tanfidz akhir di muqahhar antum membutuhkan waktu berapa lama?

Di Markaz Al-Halaqah Al-Khairiyah tempat kami belajar khot bersama Syekh Bil’id Hamidi, kami bisa memanagemen waktu persiapan musabaqah dengan baik. Sejak diturunkan booklet Musabaqah Ircica kami langsung diminta mempersiapkannya. Syekh tidak menentukan berapa lama kami harus latihan dsb. Tapi di tahap awal, setelah kami memililh jenis khot untuk diikuti, kami diminta melakukan beberapa tahapan untuk setiap jenis khot.

  1. Menulis nash tanpa tarkib sampai qawaid huruf betul-betul tamam (sempurna)
  2. Membuat beberapa tarkib dan kemudian memilih tarkib yang paling pas.
  3. Membuat qalib semaksimal mungkin dan tanpa ada kesalahan.
  4. Tanfidz lauhah.

Kesemua tahapan ini kita sendiri yang dituntut untuk mengaturnya, Syekh hanya akan memberikan peringatan bahwa kita harus siap melakukan tanfidz paling tidak dua bulan sebelum pengiriman lauhah. Jadi jika dihitung berapa lama persiapan musabaqah dari awal sampai akhir adalah kurang lebih satu tahun. Sedangkan waktu untuk tanfidz lauhah biasanya saya menyelesaikan satu khot paling tidak 3 hari tergantung banyaknya nash yang ditulis.

Harapan ustadzah untuk kawan-kawan kaligrafer Indonesia dan ahaly hamidi pada khususnya?

Berdasarkan pengalaman yang sudah saya alami selama belajar dengan manhaj hamidi adalah ketika kita telah menyelesaikan satu jenis khot, sebisa mungkin untuk tidak berhenti menulis khat tersebut, sebab jika sudah mulai fokus untuk mempelajari khot selanjutnya, terkadang kita merasa tidak punya waktu untuk murajaah khat yang telah selesai dipelajari. Padahal sangat penting bagi kita untuk terus mengeksplorasi tulisan, seperti mencoba menulis dengan ayat-ayat baru dan menemukan improvisasi yang tepat, karena pasti akan banyak hal baru yang terkadang baru kita fahami setelah kita menyelesaikan kurrosah. Jadi harapan saya generasi khattat Indonesia terkhusus bagi ahaly hamidi dan juga saya sendiri untuk mengikat semua ilmu yang telah kita dapatkan dalam otak serta tangan kita, sehingga kita menjadi khattat yang berkualitas dan bisa bersaing dengan khattat dunia. Dan terlebih lagi agar kelak kita bisa mengambil peran penting untuk memajukan Indonesia dengan seni khat yang mulia ini.

Furshah sa’idah Ustadzah Nur Hamidiyah, terimakasih atas waktu, sharing pengalaman dan tips yang sudah antum bagi. Semoga ustadzah dan keluarga selalu dalam lindungan Allah swt, dan selalu diberi kesuksesan, dunia akhirat, amin. [admin/hamidionline]

*Credit: The Bustan Khat

Biografi

[table id=4 responsive=scroll/]

Ijazah Khot

[table id=16 responsive=scroll/]